Kawah Ramon saat terjadi hujan meteor Perseid dekat kota Mitzpe Ramon, selatan Israel, Minggu (12/8). ANTARA FOTO/REUTERS/Amir Cohen Fenomena hujan meteor Perseid terjadi pada 12-13 Agustus 2020. Akun
Instagram Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan
tentang fenomena hujan meteor tersebut.
Hujan meteor Perseid aktif sejak 17 Juli hingga 24 Agustus dan
puncaknya terjadi pada 12-13 Agustus 2020. Menurut Kepala LAPAN, Thomas
Djamaluddin, fenomena ini terjadi saat Bumi berpapasan dengan debu-debu
sisa komet Swift-Tuttle.
Puncak hujan meteor
Perseid akan terjadi pada pertengahan Agustus, tepatnya pada tanggal
12-13 Agustus 2020. Diwartakan CNet, Agustus merupakan salah satu bulan
yang menghadirkan malam dengan diterangi 100 bintang jatuh dan bola api
per jam.
Perseid adalah salah satu kumpulan bintang jatuh terbaik dan paling
terang. Hujan meteor ini terjadi setiap tahun sekitar bulan Agustus,
saat Bumi melayang melalui awan yang ditinggalkan oleh komet raksasa
109P / Swift-Tuttle.
Debu, kerikil, dan serpihan kosmik lainnya menghantam atmosfer kita,
terbakar menjadi garis-garis terang yang singkat dan bahkan bola api
yang sesekali meledak melesat di langit malam.
Pada tahun 2020, Perseid diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 12
dan 13 Agustus, saat bulan akan sedikit kurang dari setengah purnama.
Popularitas hujan meteor Perseid disebabkan pancuran terkuat, dengan
rata-rata hingga 100 meteor yang terlihat per jam, dan itu bertepatan
dengan malam musim panas yang hangat di belahan bumi utara.
Bulan yang memudar kemungkinan akan menyapu banyak meteor yang tidak
terlihat, tetapi masih menyisakan banyak meteor yang semestinya mudah
dilihat jika Anda melakukan sedikit perencanaan.
Secara umum, strategi yang baik adalah pergi mencari Perseid selarut
mungkin, tetapi sebelum bulan terbit di lokasi Anda. Jika Anda berada di
Indonesia, pergilah sejauh mungkin dari semua polusi cahaya sekitar
pukul 11 malam.
Waktu terbaik menyaksikannya adalah mulai tengah malam hingga fajar
bahari/nautika berakhir (24 menit sebelum Matahari terbit ketika titik
radian bekulmunasi di arah Utara dengan ketinggian 25.3 derajat.
Anda juga dapat mencoba menghalangi bulan dengan menempatkan diri di
samping bangunan, pohon, atau benda lain yang menahan sebagian cahaya
bulan dari retina Anda.
Bulan akan mulai menghilang sama sekali setelah pertengahan bulan, dan
meskipun Perseid telah melewati masa puncaknya, mereka masih aktif dan
terlihat.
Setelah Anda memutuskan waktu dan tempat yang tepat dengan gangguan
cahaya minimal dan pemandangan langit yang luas, berbaring saja, biarkan
mata menyesuaikan dan rileks.
Siapkan bantal, selimut, kursi santai, dan minuman untuk membuat Anda
nyaman. Mata Anda memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk menyesuaikan
diri dengan kegelapan, jadi pastikan untuk bersabar.
Tidak masalah di langit mana Anda memandang, selama Anda memiliki
pandangan yang luas. Konon, Perseid akan tampak terpancar keluar dari
konstelasi Perseus, the Hero.
Jika Anda ingin berlatih menjadi pengintai meteor yang canggih, temukan
Perseus dan coba fokus di sana sambil menonton. Kemudian cobalah melihat
ke atas tanpa fokus ke mana pun. Lihat apakah Anda melihat perbedaan.
Namun, semua ini tergantung pada ketidakpastian alam, jadi hasilnya akan
bervariasi.
Apa Itu Hujan Meteor Perseid?
Hujan meteor Perseid aktif sejak tanggal 17 Juli-24 Agustus 2020 dan
puncaknya akan terjadi pada tanggal 12-13 Agustus 2020. Hujan meteor ini
dinamai berdasakan titik radian 9 titik asal munculnya hujan meteor)
yang terletak di konstelasi Perseus.
Hujan meteor ini berasal dari sisa-sisa debu komet 109P/Swift-Tuttle dan
dapat disaksikan mulai tengah malam hingga fajar bahari/nautika
berakhir (24 menit sebelum Matahari terbit ketika titik radian
bekulmunasi di arah Utara dengan ketinggian 25.3 derajat.
Intensitas maksimum hujan meteor ini mencapai 60-70 meteor tiap jam
dengan kelajuan meteor mencapai 212.400 kilometer/jam.
Baca selengkapnya di artikel "Cara Melihat Hujan Meteor Perseid di Indonesia 12-13 Agustus 2020",
https://tirto.id/fXafAgustus merupakan salah satu bulan yang menghadirkan malam dengan diterangi 100 bintang jatuh dan bola api per jam. Perseid adalah salah satu kumpulan bintang jatuh terbaik dan paling terang. Hujan meteor ini terjadi setiap tahun sekitar bulan Agustus, saat Bumi melayang melalui awan yang ditinggalkan oleh komet raksasa 109P / Swift-Tuttle. Debu, kerikil, dan serpihan kosmik lainnya menghantam atmosfer kita, terbakar menjadi garis-garis terang yang singkat dan bahkan bola api yang sesekali meledak melesat di langit malam. Pada tahun 2020, Perseid diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 12 dan 13 Agustus, saat bulan akan sedikit kurang dari setengah purnama.
Popularitas hujan meteor Perseid disebabkan pancuran terkuat, dengan rata-rata hingga 100 meteor yang terlihat per jam, dan itu bertepatan dengan malam musim panas yang hangat di belahan bumi utara. Bulan yang memudar kemungkinan akan menyapu banyak meteor yang tidak terlihat, tetapi masih menyisakan banyak meteor yang semestinya mudah dilihat jika Anda melakukan sedikit perencanaan. Secara umum, strategi yang baik adalah pergi mencari Perseid selarut mungkin, tetapi sebelum bulan terbit di lokasi Anda. Jika Anda berada di Indonesia, pergilah sejauh mungkin dari semua polusi cahaya sekitar pukul 11 malam. Waktu terbaik menyaksikannya adalah mulai tengah malam hingga fajar bahari/nautika berakhir (24 menit sebelum Matahari terbit ketika titik radian bekulmunasi di arah Utara dengan ketinggian 25.3 derajat. Anda juga dapat mencoba menghalangi bulan dengan menempatkan diri di samping bangunan, pohon, atau benda lain yang menahan sebagian cahaya bulan dari retina Anda.
Bulan akan mulai menghilang sama sekali setelah pertengahan bulan, dan meskipun Perseid telah melewati masa puncaknya, mereka masih aktif dan terlihat. Setelah Anda memutuskan waktu dan tempat yang tepat dengan gangguan cahaya minimal dan pemandangan langit yang luas, berbaring saja, biarkan mata menyesuaikan dan rileks. Siapkan bantal, selimut, kursi santai, dan minuman untuk membuat Anda nyaman. Mata Anda memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan, jadi pastikan untuk bersabar. Tidak masalah di langit mana Anda memandang, selama Anda memiliki pandangan yang luas. Konon, Perseid akan tampak terpancar keluar dari konstelasi Perseus, the Hero. Jika Anda ingin berlatih menjadi pengintai meteor yang canggih, temukan Perseus dan coba fokus di sana sambil menonton. Kemudian cobalah melihat ke atas tanpa fokus ke mana pun. Lihat apakah Anda melihat perbedaan. Namun, semua ini tergantung pada ketidakpastian alam, jadi hasilnya akan bervariasi.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmfsTKqhB9BZFj9XTFvqeqeVlGNBinehd6_Z-dR-aCn8AFfPS1S9XbgJAYC859YfjuI5_bBasaYfwRgt-2IoMzkxaQf-tSNAOeFVxsz8fsluDzKfz1R85Yu1w3K4bW2SGTXSTg3_I4f6eV/s640/0746391hujan-meteor-perseid780x390.jpg)
Hujan meteor Perseid diamati dari fasilitas penelitian European Southern Observatory pada tahun 2010
Apa Itu Hujan Meteor Perseid?
Hujan meteor Perseid aktif sejak tanggal 17 Juli-24 Agustus 2020 dan puncaknya akan terjadi pada tanggal 12-13 Agustus 2020. Hujan meteor ini dinamai berdasakan titik radian 9 titik asal munculnya hujan meteor) yang terletak di konstelasi Perseus. Hujan meteor ini berasal dari sisa-sisa debu komet 109P/Swift-Tuttle dan dapat disaksikan mulai tengah malam hingga fajar bahari/nautika berakhir (24 menit sebelum Matahari terbit ketika titik radian bekulmunasi di arah Utara dengan ketinggian 25.3 derajat. Intensitas maksimum hujan meteor ini mencapai 60-70 meteor tiap jam dengan kelajuan meteor mencapai 212.400 kilometer/jam.
Untuk dapat menyaksikan fenomena ini, seseorang bisa mengamati langit
di malam hari hingga waktu subuh. "Waktunya lewat tengah malam sampai
shubuh. Di Indonesia juga bisa mengamatinya ke arah langit utara.
Diperkirakan sekitar 50 meteor per jam," kata Thomas.
Ia mengatakan bahwa menjelang subuh ada gangguan cahaya bulan. Untuk
bisa melihat fenomena hujan meteor, idealnya kondisi cuaca cerah, jauh
dari polusi cahaya dan medan pandang ke arah langit utara tidak
terhalang pohon atau bangunan.
Thomas juga mengungkapkan bahwa fenomena ini tidak berdampak pada Bumi.